Senin, 10 September 2012

Bisnis Arminareka telah bersertifikat Dewan Syariah Nasional-MUI








 
Kanny Hidaya Y,S.E, M.A
Wakil Sekretaris BPH Dewan Syariah Nasional MUI

Baru dua perusahaan jasa Umrah/Haji yang telah mendapatkan sertifikasi syariah dari Dewan Syariah Nasional, salah satunya adalah PT. Arminareka Perdana. Lalu, bagaimana Arminareka Perdana bisa mendapatkan sertifikasi syariah, Kanz Megazine mewawancarai Wakil Sekretaris BPH Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Kanny Hidaya Y,SE,MA, yang juga menjadi reviewer sertifikasi syariah PT. Arminareka Perdana.


Bagaimana proses sertifikasi DSN?
Setiap yang akan mengajukan sertifikasi harus mengajukan permohonan dulu ke Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI, kemudian diundang untuk presentasi di depan Badan Pelaksana Harian (BPH). Ini adalah suatu komite di DSN yang bertugas untuk mengurusi masalah yang ada. Jika lolos pada tahap ini, maka DSN membuat tim review yang akan masuk ke perusahaan untuk melihat aspek legal dan segala macamnya.
Dalam bisnis Arminareka, legalitas yang paling penting adalah sebagai penyelenggara haji/umrah. Kita lihat dokumennya, aspek manajerial, nasabah, dan aspek lain. Jika harus ada koreksi, tim akan meminta pihak pemohon melakukan perbaikan. Jika perbaikan telah dilakukan dan sesuai dengan DSN, maka pemohon akan mendapatkan sertifikasi syariah.

Berapa lama waktu untuk mereview?
Review dilakukan dua sampai tiga kali. Waktunya, sekitar satu hingga tiga minggu atau paling lama sebulan. Karena tim akan melaporkan hasil review ke BPH yang juga dihadiri Ketua Badan Pelaksana Harian Dewan Syariah Nasional KH Ma’ruf Amin. Kalau semua tidak ada masalah, seluruh prosedur telah diikuti dan Ketua BPH setuju, maka pemohon akan diberikan sertifikasi.

Bagaimana anda melihat Arminareka?
Perusahaan ini menyelenggarakan rekrutmen anggotanya denga metode tertentu atau sebuah sistem, yang memberikan keuntungan bagi anggotanya. Sistem Arminareka termasuk kategori sistem penjualan langsung berjenjang syariah. Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan Fatwa No 75 mengenai Sistem Penjualan Langsung Syariah. Saya lihat dan paling pokok adalah sesuai Fatwa No 75 tersebut, Arminareka bukan money game. Money game itu adalah hanya ada aliran uang/bonus dan tidak ada produk yang dijual. Anggota mendapatkan uang hanya dari merekrut orang semata. Kami juga melihat sistem remunerasi atau pembagian bonus, jangan sampai ada unsur-unsur yang bersifat dzolim. Jangan sampai pembagian bonus tidak seimbang.

Bagaimana seharusnya pembagian bonusnya?
Dalam syariah, hasil itu harus sesuai dengan kerja. Kalau mengutip kata da’i, hasil itu tergantung pada banyaknya kerja. Jadi jangan sampai upline yang kerjanya sedikit malah dapat banyak, itu kan mendzolimi downline. Jadi itu kita lihat semua.

Bagaimana sistem remunerasi Arminareka?
Kalau kita lihat semua, Arminareka masih sesuai dalam remunerasinya. Orang yang mau membeli produk ke Arminareka, akadnya jual beli. Bukan akan mendaftar, itu yang sempat saya perbaiki. Kalau datang ke Arminareka untuk mendaftar, berarti ini mau main money game. Tetapi kalau orang datang ke Arminareka membawa uang 5 juta dan mau membeli paket haji berarti dia membeli paket haji. Dari paket haji itu, orang yang membeli akan mendapatkan paket yang namanya voucher. Kalau saya lihat Arminareka, voucher itu sebenarnya bukti dan akadnya jual beli. Karena Arminareka adalah penyelenggara haji/umrah, maka bisa menjual paket itu. Kemudian, orang yang membeli paket haji akan menyicil ongkos sisanya untuk bisa berangkat haji.

Jadi apa rambu yang terus dipatuhi?
Jangan sampai produk ini jadi kamuflase. Padahal haji/umroh itu tujuan utama. Kalau sudah masuk Arminareka, dia harus pergi haji/umroh karena dia sudah membeli paketnya. Jangan sampai kemudian muncul tulisan di Republika berjudul “Bahaya MLM berbasis haji”. Di mana disoroti bagaimana dengan harga murah, orang bisa berangkat haji/umroh. Dari sini terlibat, cara pemasaran juga harus hati-hati. Jangan sampai cara pemasarannya salah. Jangan sampai cara pemasarannya salah. Jangan sampai pemasar(marketer) ketika berpromosi bilang begini,”Anda dengan membayar segini(Rp 5 juta) pasti naik haji” itu cara yang salah. Padahal membayar uang muka belum tentu bisa berangkat. Orang bisa berangkat haji/umroh itu karena usaha. Jadi di Arminareka, ketika orang sudah membeli paket haji/umroh akan ditawari peluang bisnis. Jika orang tersebut bisa membawa jamaah lain akan diberi fee. Itu boleh karena sama saja dengan jualan. Kalau sudah tercapai penjualan kemudian dikasih bonus, itu boleh-boleh saja. Jangan sampai orang mau masuk karena sistemnya. Sistem itu hanya akibat saja.

Jadi harus bagaimana baiknya?
Kalau memang mau masuk Arminareka, luruskan niat bahwa saya ingin naik haji/umrah. Kalau kemudian mau mencoba bisnisnya , silahkan saja. Tidak ada larangan untuk bisnis. Tapi orang yang membeli paket haji/umrah itu harus punya komitmen bahwa beribadah haji/umroh menjadi target utama. Jangan sampai hanya terfokus pada sistem dan bonus sementara haji/umroh tidak diprioritaskan. Kalau misalnya orang yang membeli paket haji/umroh minta Arminareka untuk memotong hasil bisnisnya demi menyicil biaya haji/umroh,itu boleh saja. Jadi, metode pemasaran harus diperhatikan betul. Jangan seperti MLM konvensional yang hanya menjanjikan cepat kaya jika berhasil merekrut sekian orang, karena itu menyesatkan. Kalau saya lihat, Arminareka adalah penyelenggara haji/umroh,sehinggga bisa menjual paket haji/umroh

Bagaimana cara promosi yang benar?
Janganlah memberikan informasi yang salah. Promosinya, hanya bayar sekian bisa naik haji. Padahal kalau ngak usaha ya tidak mungkin bisa berangkat haji. Di Arminareka sendiri, setelah membaya DP, kelebihan biaya berangkat haji/umroh bisa diangsur sendiri atau diangsur dari hasil berbisnis/menggunakan sistem. Itu yang harus disampaikan para marketing Arminareka. Kedua saya usulkan kepada Arminareka adanya keseragaman membuat iklan. Jangan membuat iklan” Bisnis tanpa risiko”, jadi bisnisnya yang malah ditonjolkan. Jangan membuat iklan “pergi haji dengan bisnis”. Haji itu ibadah, jangan dikaitkan dengan bisnis. Saya sudah bilang ke Pak Basni, agar system market yang dipasang di koran harus diseragamkan.

Artinya harus ada koridor-koridor yang harus dipatuhi?
Ada, artinya perusahaan harus berjalan seperti ditentukan di awal. Jangan sampai waktu dilihat di awal oke, tapi proses perjalannya tidak sesuai. Jadi tidak sesuai syariah, maka bisa kita cabut lagi sertifikatnya. Misalnya ada pengaduan dari masyarakat karena dirugikan, maka sertifikasi syariah yang telah diberikan bisa dicabut. Untuk Arminareka, sebenarnya tidak perlu dilakukan evaluasi, kecuali jika ada pengaduan dari masyarakat yang dirugikan. Di Arminareka sendiri kan sudah ditempatkan Dewan Pengawas Syariah(DPS). Kalau ada masyarakat mengadu, Dewan Syariah Nasionla MUI akan memanggil DPS tersebut. Diberi nasihat dan harus ada perbaikan. Jadi perusahaan harus komitmen karena banyak stigma buruk tentang MLM haji. Perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi syariah, harus berjalan sesuai koridor yang benar.

Berapa perusahaan yang telah mendapatkan sertifikasi syariah?
Kalau saya baca media massa, banyak yang melakukan sistem itu. Tapi yang baru mendapat sertifikasi syariah baru dua perusahaan. Perusahaan-perusahaan yang belum dapat sertifikasi , berpeluang terjadinya penyimpangan-penyimpangan. Misalnya agen bisa merekrut uang nasabah, tapi tak pernah disetor ke perusahaan malah dibawa kabur. Jadi harus dilihat juga bagaimana track record perusahaannya, apakah pengalamannya sudah panjang dalam penyelenggaran haji/umroh, saya pribadi menilai itu sudah terbukti. Jadi sementara ini baru dua yang dapat sertifikasi, salah satunya adalah Arminareka Perdana.

Sumber : http://kanz-mag.com/mui-bisnis-arminareka-perdana-sesuai-dengan-syariah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar