Rabu, 10 Oktober 2012

Menjaga Nilai Spiritualitas Ibadah Haji


Jakarta (ANTARA News) -Jamaah haji Indonesia adalah yang terbesar di antara negara-negara pengirim calon haji ke Tanah Suci. Indonesia memulai memberangkatkan jamaah hajinya pada Jumat 21 September 2012, dari seluruh embarkasi yang jumlahnya 12 embarkasi.

Selamat jalan para hujjaj, semoga mendapat haji mabrur.

Dari pengamatan penulis, para petugas haji Indonesia atau pembimbing ibadah haji tidak bosan-bosannya mengingatkan para calon haji agar selalu ikhlas, sabar dan tawakkal bahwa sebaik-baik bekal untuk melaksanakan haji adalah bekal taqwa dengan mengutip ayat Al Quran surat Al-Baqarah ayat 197.

Namun kadang-kadang jamaah haji Indonesia bukannya menerima pesan ini dengan lapang dada. Ada yang membantah bahwa nasihat itu hanya untuk menutupi kekurangan atau kelemahan dalam memberikan pelayanan kepada jemaah haji.  Ada yang memprotes layanan yang dinilai mereka kurang memuaskan dengan menggelar demonstrasi.

Ingin penulis katakan bahwa apa yang diingatkan pembimbing haji pada dasarnya adalah peringatan Allah SWT yang memanggil jemaah haji untuk datang ke Tanah Suci itu.

Dalam surat Al-Baqarah ayat 197, Allah SWT mengingatkan kepada para hujjaj: "Musim haji itu pada bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barang siapa mengerjakan ibadah haji pada bulan-bulan itu, maka jangan berkata kotor, jangan berhati busuk dan jangan melakukan pertengkaran."

Apabila para Jemaah haji ingin mendapatkan haji mabrur maka pesan atau peringatan Allah SWT dalam Al Quran itu perlu direnungkan dan para hujjaj agar menjaga ibadah hajinya untuk tidak berbuat sesuatu yang tidak diinginkan oleh Allah SWT.

Menuju Allah

Ibadah haji pada hakikatnya adalah perjalanan menuju Allah SWT. Oleh karena itu para anggota jamaah haji itu harus berkonsentrasi melaksanakan setiap amal atau seluruh rangkaian ibadah.

Seorang muslim yang melakukan perjalanan ibadah haji untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT akan dipenuhi oleh berbagai halangan dan kesulitan. Mengapa demikian, karena ibadah haji berpusat di beberapa tempat suci, Kota Makkah, Masjid al-Haram, Ka`bah, Safa dan Marwah, Arafah, Muzdalifah, Mina, dan Jamarat.

Di tempat-tempat itu, yang sangat terbatas, sekitar tiga juta Muslim dari seluruh penjuru dunia datang pada waktu hampir bersamaan. Untuk itulah ibadah haji dilakukan dengan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam setiap amalan.

Ada nilai kemanusiaan universal dalam ibadah haji. Di tempat-tempat tersebut, setiap muslim adalah sama dan sederajat.

Dalam ritual haji, seseorang "tidak mengenakan pakaian berjahit", hanya mengenakan baju ihram berupa sarung dan selendang tanpa penutup kepala sehingga tidak dapat dibedakan lagi stratifikasi sosial masyarakat Muslim.  Dalam pakaian yang sama, semua tunduk dan patuh kepada perintah Allah SWT.

Manusia itu sama di hadapan Allah; dan pakaian ihram tidak hanya menyimbolkan kesederhanaan dan sikap rendah hati, tetapi juga menyampaikan pesan kemanusiaan universal.

Mulai berihram harus dibarengi kesadaran bahwa Tuhan-lah yang berkuasa penuh, bahkan Tuhan melarang sesuatu yang pada hari-hari hal itu dihalalkan.

Ada pesan di balik itu bahwa pada hari akhir nanti hanya Allah yang berkuasa, semuanya harus tunduk kepada-Nya.

Pada waktu jamaah haji bertawaf, maka tawaf itu dimulai dengan bacaan Bismillah Allahu Akbar dengan mengangkat tangan sejajar dengan Hajar Aswad.

Ini harus diikuti kesadaran bahwa dia sedang mengawali pertemuan dengan Allah SWT. Berputar mengelilingi Kabah harus diiringi dengan kesadaran bahwa umat harus tetap pada koridor yang ditetapkan, patuh pada Tuhan pencipta alam. Berputar tujuh kali putaran disadari sama sebagai jumlah hari dalam satu minggu yang tetap hidup pada garis-garis Tuhan.

Dalam tawaf itu, sebagian umat membaca doa yang tidak tahu maknanya.  Akan lebih baik jika umat berzikir dengan mengetahui makna yang dizikirkan.

Keagungan Tuhan

Pada waktu Sa`i harus diiringi kesadaran akan keagungan Tuhan menolong Siti Hajar untuk menghidupi anggota keluarganya, yaitu Nabi Ismail.

Naik turun bukit Safa-Marwa harus diikuti kesadaran bahwa hidup itu naik turun mengikuti kehendak Allah SWT. Sikap sabar, tawakkal, optimis adalah cermin dari amaliyah Sa`i.

Pada waktu Wukuf di Arafah harus diikuti kesadaran untuk mengenal siapa diri kita dan mengenal Tuhan pencipta dan pengatur alam ini.

Umat Islam merenung diri, apakah kehidupannya selama ini melanggar koridor hukum Tuhan atau tidak. Di hadapan Allah, ummat mengakui dengan jujur dosa-dosa yang telah diperbuatnya dan meminta ampun atas dosa-dosa yang telah dilakukannya itu serta erjanji tidak melakukan perbuatan-perbuatan dosa.

Umat berdoa memohon kebaikan sesuai kondisi atau kebutuhan masing-masing jamaah. Allah SWT akan mengabulkan doa orang yang berwukuf, bukan hanya untuk dirinya tetapi juga untuk orang lain yang didoakannya.

Mabit di Muzdalifah haru diikuti dengan renungan di malam hari itu dalam rangka mendekatkan diri dengan Tuhan dan berdoa berharap hari esok lebih baik, ungkapkan itu dengan penuh khusuk dan penuh harap kepada Allah SWT.

Mabit di Mina dan melempar Jumroh harus diikuti kesadaran untuk menghilangkan sifat-sifat iblis. Mina adalah tempat penyembelihan kurban. Harus disadari bahwa hidup itu perlu pengorbanan untuk kepentingan yang lebih besar dalam rangka keseimbangan hidup yang sedang kita jalankan.

Akhirnya amalan ibadah haji itu ditutup dengan tahalul dengan cara menggunting rambut. Menggunting rambut itu harus diikuti kesadaran bahwa ummat sedang melakukan kontrak dengan Tuhan bahwa hidup yang dijalaninya itu harus tetap pada garis-garis Tuhan yang telah ditetapkan.

Umat Islam tidak boleh melanggarnya. Apabila melanggar, maka umat akan mendapatkan balasan setimpal. Hukum yang seadil-adilnya adalah di akhirat nanti. Keadilan di dunia adalah keadilan semu. Wallahua`alam Bishowab.

Ditulis oleh : Tulus Sastro (mantan Staf Ahli Menteri Agama)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar